TEMBOK BESAR
Di tembok ini,
Batu batu berduka sepanjang peredaran
Waktu dan pergantian musim ke musim
Bukan air, perekat antar batu yang tersusun
Tapi darah para pecundang
mereka terkalahkan oleh pedang
yang tak terhunus dan gaung sangkakala
suara itu bergema dari istana kaisar
ketika para buruh mesti bersimpuh
dikaki panji-panji dinasti.
Para petani berhuma di sisi tembok
Agar setiap pagi burung-burung bernyanyi
bercerita tentang para selir raja yang berladang
Tanpa keringat diantara bunga-bunga
Di tembok ini,
Aku mengenal kekuatan dan kejayaan
Daya tahan dan ketahanan leluhur
kegagahan para ksatria penunggang kuda
keindahan, kemegahan dan nestapa
Yang dihiasi oleh isak di keheningan
Para padri menulis buku suci peradaban
Dengan cinta dan tinta darahnya
Juga ditulisnya prosa hikayat raja dan jelata
Sambil menghitung lelehan darah
Yang menetes dari sela-sela dinding batu
Aku termangu bersama Putu
Ia, lantas menorehkan pena jadi sketsa
Tentang sepenggal cerita tembok besar.
Di tembok ini.
Bebatuan mengular begitu panjang dan jauh
Terbaca dari rekam pandangku
perjuangan, kesetiaan, dan nganga luka
petilasan sejarah yang abadi di setiap hati
dan tak akan pudar oleh putaran waktu
meski tak tersisa lagi cerita lama tentang
riwayat Dinasti Qin, Dinasti Han dan Dinasti Ming
tapi siapa menjaga mimpi esok hari
di bebukitan hijau sisi Utara tersimpan
kisah misteri cinta para puteri kaisar. Wanginya
tersimpan di gerbang Shanhaiguan dan Jiayuguan
air matanya, mungkin masih membasahi huma
Seirama perputaran, terbit dan terbenamnya matahari
Beijing 2012-Denpasar2022.